Senin, 07 Maret 2016

Rumit Mengembun

     Sayu bulan memandang malam, hitam bertabur bintang mengingatkan nyenyak. Lelah menguap, angkasa memerahkan putih susu penglihatan. Hitam memekat pahit di cangkir, mendingin di seruput ujung bibir. Remahan di atas piring meminta diakui keberadaannya. Lalu udara dingin menari-nari berselah-selah dengan pikiran kalut. Tiba-tiba suara dalam bertanya "siapa aku". Pandangan merogoh jauh ke masa lalu, mencari-cari bukti keberadaan. Menyusuri jalan hidup melalui ingatan mundur dan temui jejak awal pijakan. Menduga dengan persepsi dan logika tak berjalan. 
     Mungkin "aku" tertinggal di masa itu, bersama asa yang lain. Mungkin "aku" di masa kini, telah bertransformasi menjadi sesuatu yang nyata. Mungkin "aku" di masa depan terbentuk dari imajinasi dan harapan. Rumit atau memang dirumitkan, tali lurus sengaja digulung sulit temukan ujung lainnya. Itu belum terjawab, tapi masalah sudah meminta pertanggung jawaban dan lelah ikut meminta perhatian. Semuanya memaksa untuk diselesaikan. Kepalaku pegal, ijinkan sedikit menunduk agar uap dalam pikiran mengembun di bawah mata. 
     Jangan bertanya embun tercipta, tak sanggup untuk menjelaskan. Beradalah disampingku temani aku setiap malam saat kopi masih panas hingga dinginnya tiba. Kau akan tau bagaimana embun itu tercipta. 
     

Leave a Reply