You Are At The Archives for Februari 2016

Minggu, 28 Februari 2016

Perempuan di taman

Kala itu, ia duduk menyendiri di pangku bangku kayu berimaji tentang rindu tanpa rasa. Menunggu tanpa harap. Hampa di tiup angin sore. Datar menantap pancuran air kolam. Andai saja pria di bawah pohon mendekati. Kemudian duduk, melihat apa yang ia lihat dan lontarkan rasa. Mungkin ia akan menoleh. 

Sabtu, 27 Februari 2016

Malam Minggu

Malam kesepian 
Tuan rembulan tak bertamu 
Padahal ini hari sakral 
Lihat saja 
Dua sejoli bermesraan di pojok taman 
Temaram lampu berdiri awasi padu kasih 
Saling bertatap
Saling berpangku
Saling bercumbu

Malam kepikiran 
Tuan rembulan tak bertamu 
Mungkinkah dihalangi mendung
Lihat saja 
Rinai hujan basahi taman 
Kucing hitam termangun di bawah meja besi
Pikirnya meongan anak ingin menyusu

Malam kelupaan 
Tuan rembulan tak bertamu
Asik menari dengan kerlip bintang
Lihat saja
Seorang gadis berjaket biru  
Terlentang di atas bangku taman 
Asik menghitung titik kuning di langit

Jumat, 26 Februari 2016

Nyanyian bapak, pengantar lelap

"Putri cening ayu. Ngijeng cening jumah. Meme luas malu. Ke peken mablanja. Apang ada dahar nasi."
    Larut menghabisi malam, duabelas dua tujuh. Suara kipas selaras dengan sunyi. Obrolan tetangga dipaksa berhenti oleh si kantuk. Kini benar-benar hening. Kemudian nyanyian "Putri Cening Ayu" serasa bergema, sudah lama sekali tak mendengar lagu itu. Mungkin enam belas tahun. Teringat pertama kali, saat masih di gendongan, tertimang-timang suara lembut bapak mengiringi lelap. Tangispun menyerah saat bait pertama selesai. Hingga gigi pertama muncul lagu itu masih teralunkan dan selalu berhasil mendatangkan nyenyak berhias mimpi indah.
Dan malam ini, anak perempuan mu yang tak lagi bisa di timang-timang ingin mendengarkan lagu itu kembali dari suara bapak sebagai pengantar tidur hingga esok menyambut.   


Kamis, 25 Februari 2016

Rindu

Saat itu di luar hujan. Sore menjelang malam, kali ini bias merah jambu tak terlihat hanya petrichor yang terbawa angin dan suara tak hingga tetesan hujan jatuh mengenai tanah dan atap rumah. Nyaman namun sepi. Hujan selalu membawa nostalgia, bukan kisah cinta dua sejoli yang teringat namun aroma manis pisang goreng dan secangkir besar teh hangat di atas meja buatan ibu. Keluarga, empat wajah selalu teringat. Saling berbincang-bincang, melontarkan candaan, dan menjailli satu sama lain. Rindu. Banyak hal di masa lalu ku harap bisa terulang, saat ulang tahun bapak, saat jalan-jalan ke tempat wisata, saat membuat kandang kelinci, saat bapak pulang kerja dan membawa donat isi, saat ibu masak hidangan spesial, saat cerita horor dan kami berlima tidur di satu kamar. Sayangnya kenangan itu sulit sekali terwujud saat ini. Perubahan yang terjadi membuat semuanya jadi agak kacau. Kabur ke masa lalu ingin dilakukan tapi mesin waktu belum selesai tercipta. Ehm, mungkin harus tetap di sini barangkali masa depan membawa kejutan.