You Are At The Archives for Maret 2016

Selasa, 29 Maret 2016

Kata sang tetua

Tak seperti biasanya hari ini saya sungguh malas berlama-lama di sekret. Belum tau alasannya, bisa jadi karena saya bosan harus melihat wajah-wajah yang itu lagi dan lagi. Atau mungkin karena si sialan itu. Jika benar ingin ku pisuhhi dia. Dasar bangsat kau! SEPI yang sialan. Tega-teganya dirimu hanya menyisakan suara kipas, decitan kayu, gerutuan tikus, perut embul ketum, dan lebih parah lagi wajah pengharapan sang tetua akan sentuhan lembut dan cipokan wanita menggairahkan, sialnya itu hanya harapan semu diantara perdebatannya dengan kursi-kursi kelas. SEPI yang tak berpri keramaian, mencoba kelabui saya melupakan kesepian melalui dua manusia abstrak (sesuatu yang dapat dilihat ,kata sang tetua). Hampir setiap hari, dari perut masih keroncongan sampai rasa mual karena guyonan mereka. Rutinitas tanpa pikir di sekret.
Kadang kala kepelongoan mendominasi. Jika sudah bosan, kisah di kamar mandi jadi topik pembicaraan, jika sudah tak menarik lagi keanehan diri sendiri jadi perdebatan tak berujung. Misal saja, story telling tersingkat pimred, perut embul usman, celetukan maut sekum, dan sang tetua yang selalu mondar-mandir untuk mengusir kebosanan. Tapi sayangnya, emhh.. karna yang disayang sedang tidak disisi. Bukan-bukan itu. Maksudnya, disayangkan keambiguan ini terlalu sering terjadi diantara kami bertiga “aku yang paling cantik”, perut embul dan sang tetua. Hanya bertiga di ruang remang, selonjoran berbantal kapuk yang lapuk. Untung iler tak pernah ikut campur. Masih bisa dipastikan kondusif.
Baca selengkapnya »

Rabu, 23 Maret 2016

Waktu Yang Surutkan

Langkah berat susuri lautan berbutir
Angin panas membawa ratusan debu berdebur
Kali ini sang raja siang begitu angkuh mengumbar teriknya
Tetesan letih jatuh basahi pelipis
Basah, layaknya mandi di lautan keringat
Asin, hingga tak mampu mengecap
Panas hampir lelehkan kaki keras musafir ini
Namun enggan untuk larutkan keras tekad
Malam tak kunjung juga bertamu, 
Meski bulan merayu untuk hembuskan sedikit nafas istirahat
Panjang... 
Masih pajang jejak meninggalkan lara
Rumput kering seakan-akan menari kegirangan di antara batu-batu pasir
Hamparan mengering mengejek
Menampar-nampar muka telanjang
Haus...
Air ludah yang ia simpan di botol sudah habis
Tak mungkin isap air kelelahan dari kain kepala, terlalu asin 
Siluet punuk-punuk unta dari balik terik silau buat mengiri
Jika saja punya punuk, perjalanan tak mungkin seberat ini
 Oase... 
Satu-satunya harapan 
Membasahi kembali kerongkongan dengan air kehidupan 
sebelum haus yang melamban mulai surut oleh waktu
Lalu hentikan langkah dan harapan akhir

Rabu, 16 Maret 2016

Selingkuhanku

Rutinitas tak pernah tau ujungnya, mungkin sampai raga tak mampu mengeja makna dari ini semua. Pagi hingga sore menjelang ku habiskan dengan berleye-leye di atas kasur beralas kain biru dengan bantal dan guling tak aturan. Buka pemberitahuan bbm, buka line, buka instagram, buka mulut lalu buka pintu dan ke kamar mandi mau buang hajat dulu. Entahlah hari ini tipu ketua kelas alasan sakit dan titip absen untuk kuliah selanjutnya. Tak hanya buka-bukaan yang aku lakukan hari ini tapi juga cuci-cuci baju, agar besok bisa buka baju dan ganti dengan baju bersih. Sesambil menunggu nasi matang, ku buka laptop dan tulis-tulis seadanya di blog lalu posting ke facebook agar lainnya tertarik untuk buka blog ini. Benernya aku malam ini buka buku dan baca biar presentasi besok bisa buka mulut untuk bicara, ora ngurus bener atau salah sing penting dosen ngerti wani mbuka cangkem iku wes cukup, nilai B ada di genggaman. Tapi malam ini aku malas belajar akuntansi, selalu malas lebih tepatnya. Mungkin angka-angka yang saklek buat mata tegang dan ngantuk. Pokok yang penting debit-kredit seimbang masalah selesai. Aku enggak habis pikir ada mahasiswa yang mampu belajar ngitung uang hayalan dari pagi hingga siang hingga sore hingga malam dan kembali ke pagi lagi. Apa pikirku dulu, bisa-bisanya masuk jurusan akuntansi, alasannya karna prospek kerja akuntansi lebih terbuka lebar. Ga ada urusan, itu semua tergantung dari proses. Untunglah masih punya pelampiasan, aku bisa selingkuh mungkin sampai dua tahun kedepan. Sudah kurencanakan ingin habiskan waktu bersama selingkuhanku. Orang tua, yaa urusan nanti, akan ku yakin kan setelah lulus bahwa dia “selingkuhanku” jauh lebih baik dari dia pilihan kalian atas persetujuanku yang lalu saat umur masih belum bisa menyesuaikan kedewasaan. Jika janji itu bisa diputus sekarang, akan aku putus. Tapi sayang, itu tidak bisa. Lagi-lagi soal lainnya jadi alasan. Tapi aku tak sepenuhnya kecewa, kalo bukan karna kau ya “akuntansi” mungkin aku tidak akan kenal dengan selingkuhanku sekarang. Selingkuhan ajari aku memahamimu beri aku semangat dan tuntun menuju cita-cita yang masih belum terpikirkan. Bersabarlah sayang. Aku tuntaskan dulu hubunganku dengannya tapi hanya sekedarnya, perhatian tetap tertuju padamu "Selingkuhanku".
Kosan
Maret 2016

Ketika bosan

Cakrawala telah bertukar. Hawanya mengharap bulan tak sendiri lagi, petang ini. Wahai bintang yang sedikit. Tetaplah tinggal! Jangan ikuti awan gelap. -17:43-
Halus melambai dari jauh mata. Sepoi menggiring harum debur ombak. Siluet hitam terbayang antara lidah jingga. Dirimu berdiri menatap hitam tenggelamkan fajar. "Apa yang kau tunggu sayang?" ucapku dalam hati. Lalu suara berbisik dari tempatmu "Kematiannya." ucapmu lirih. -18.00-
Bosan... Wahai cicak di dinding beri aku harapan dalam tunggu. Jatuhkanlah telurmu, hasil buahan semalam bersama si jantan. Biar bekas kaos kaki yang erami, aku akan bersabar menunggu sampai hidup baru muncul dari cangkang tipis itu. Harapku tyrannosaurus mungkin yang akan memecah cangkang dari dalam. Ternyata salah, yang muncul hanya anak ayam. Terlalu banyak lamun melamun dari hayal menghayal. Dasar mungkin terlalu tinggi, mimpi di atas pucuk gunung. -18.06-
Manusia tak jelas itu, hari lalu berucap "Saya menyerah tidak apa-apa kan?" "Silahkan sayangku." aku membatin. Tapi jangan muncul lagi! Bersama kumis tipis apalagi kata-kata tak tau aturan itu. Ini bukan perkara gampang. Pintunya sudah terbuka sedikit. Angin malam terlanjur masuk dan kau pergi tanpa menutup kembali. Tau tidak aku mudah sekali masuk angin. -18.16-
Baca selengkapnya »

Susuri rasa lewat lidah dan pahami dengan pikiran masing-masing.

Identitas Buku
Judul                : Linguae
Penulis             : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit           : Gramedia Pusaka Utama
Tempat Terbit  : Jakarta
Tahun Terbit    : 2007
Cetakan ke      : 2
Ukuran Buku  : 13,5 x 20 cm


Terlambat delapan tahun untuk membaca buku ini. Menyimpulkan seperti ini mungkin saja salah tapi rasanya sudah terlalu telat, banyak karya Seno Gumira Ajidarma (SGA) yang belum dibaca. Hari lalu saya dapat pinjaman “LINGUAE” dari seorang kakak angkatan di kampus. Ia bilang bahwa cerpen-cerpen SGA bagus, akhirnya saya habiskan waktu tiga hari untuk membaca. Dari kata ke kata, lalu kalimat ke kalimat, hingga bab ke bab menyusuri tiap arti sampai titik mengakhiri. Kadang harus mengulang karna gagal paham, analoginya di beberapa cerpen dalam buku ini seperti Joko Swiwi, Badak Kencan dan Perahu Nelayan Melintas Cakrawala agak sulit di pahami bagiku yang baru-baru saja membaca karya sastra jenis ini. SGA sepertinya membebaskan pembaca untuk berasumsi atas ceritanya dan kesimpulan hadir sesuai pemahaman pembaca atas tulisannya.
Setiap cerpen dalam buku ini punya nilai yang diangkat, dari percintaan, kemanusiaan, pencarian jati diri, konflik masyarakat, penghianatan, kebebasan dan mungkin yang lain. Salah satunya seperti “Cintaku Jauh di Komodo” disini menceritakan bahwa cinta bukan melulu soal rasa namun perwujudan juga jadi pertimbangan. Jika kekasihmu bereinkarnasi menjadi seekor komodo jantan apakah cintamu masih ada. Tak hanya menyajikan untaian kata yang asik tapi juga pertanyaan dan peryataan yang buat berfikir ulang atas sesuatu yang selama ini dianggap sederhana.
Buku ini enak dibaca dalam keadaan sepi dengan suasana yang tidak panas. Cukup dengan sejuk, akan buat nyaman ikuti alur cerita. Cocok untuk para punjangga yang suka berpuitis dan habis’si waktu dengan bait-bait kata penuh tafsir. Bagi pemula yang ingin jadi pujangga juga boleh, banyak kosakata yang bisa ditiru.   

Kamis, 10 Maret 2016

Rumah

Jangan bertengkar lagi
Biarkan lelap tidur malam ini

Rabu, 09 Maret 2016

Kaki kecil bertelanjang

"Redah, hujan telah usai turunkan rezkinya. Kubangan menampung anugerah mengisi dahaga-dahaga kehausan hingga meluap kemana-mana. Kira semuanya kebagian, nyata kaki telanjang itu masih mengada tangan meminta air. Berusaha menjaga agar tetes tertampung di atas selah-selah tangan. Hujan, mungkin engkau terlalu sebentar basahi bumi."
Sore tadi usai hujan, langkah kecil tanpa alas hampiri aku dan temanku yang sedang menunggu fotocopy'an dekat kampus. Dengan membawa dua bilah kayu ia mencoba memanggil, "Minta mbak."suaranya rendah, matanya hanya sepintas melihatku lalu mengalihkan pandangan ke arah televisi yang tergantung diatas. Ia terdiam, recehan kuulurkan ke tangan kecil itu lalu diambilnya. Ia sempat terdiam kemudian kembali menoleh kearah televisi. Hanya sebentar dan akhirnya dengan bertelanjang kaki ia pergi meninggalkan jejak. Ia hanya bocah kecil yang masih hidup di kemarau panjang berharap hujan turun agar keringnya mampu dibasuh. Sayang payung besar telah menghalangi tetesan hujan. Hanya menyisakan tetes-tetes dari atap, bahkan kaki kecil tanpa alas itu tak mampu merasakan sejuknya tanah sehabis hujan. 

Kita Berdua Diantara Kata

"Kata hanya kata yang tertulis, tulus sungguh tak nampak. Selalu bisu saat mata bertemu, mendiami pikiran sendiri. Pernahkah penasaran hadir di benakmu. Jika jujur mampu terucap, aku hanya suka namun takut untuk cinta. "
     Dia yang tak terdefinisi, mengagumkan dalam ketik-ketik perkataan. Tiap malam sepi saat aku mengharapkan kehadirannya, ia datang dalam sapaan singkat. Entah mengapa saat itu senyum hadir di bibir. Sengaja memang disengaja membalas sapaan itu sedikit lama, malu dalam hatiku memaksa perasaan untuk tidak terlihat. Saat ini, biar jadi penghibur keluh resah. Tanpa kasih yang membara cukup dengan lilin kecil sudah mampu jadi fajar penerang lara. 

Selasa, 08 Maret 2016

Hidup Itu Bekerja Jika Tidak, Bukan Hidup Namanya

“Setetes keringat pasti membawa manfaat,minimal apa yang kita kerjakan berguna untuk diri sendiri.” ucapnya 

Hari itu adalah pertemuan kedua kami, seperti biasa ripped jeans dan kaos berangkap kemeja serta tas selempang mengemas apik tubuh tingginya. Santai dan agak sedikit berantakan mungkin ungkapan yang tepat. Manusia ramah itu selalu mengumbar senyumannya, tak terkecuali padaku orang yang baru ia kenal tiga hari lalu. Affrizal Genter sebut saja itu nama kerennya karna yang terterah di akte adalah Afrizal Andifahmi. Sempat aku tanyakan via maya, apa arti genter?  “Genter itu nama panggilan mulai SMP gara-gara basket, awalnya pelatihku yang manggil gitu akhirnya semua ikut-ikutan.” jelasnya. Jika dalam bahasa Jawa, Genter artinya kayu panjang yang digunakan untuk mengambil buah di atas pohon alias senggek. Mungkin karna badannya yang tinggi tegap julukan seperti itu muncul. Nama aslinya yaitu Afrizal diambil dari nama seorang pahlawan Filipina Joze Rizal yang pemberani dan multitalenta sedangkan Andi adalah nama almarhum ayahnya dan Fahmi merupakan nama teman ibunya yang sangat jenius. Jika nama adalah sebuah doa, tak salah jika orangtua Afrizal berharap dia menjadi seorang laki-laki yang pemberani dan multitalenta seperti Jose Rizal serta cerdas.
Afrizal lahir di De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa sebutan untuk kota Batu, Malang tepatnya pada tanggal 21 September 1994.  Selama enam tahun ia tinggal bertiga bersama kakek dan neneknya di kota itu. Tanpa menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), ia memasuki sekolah dasar madrasah. “Waktu SD di Batu, aku hampir nggak naik kelas untungnya aku pindah ke Jember dan bisa naik kelas.” ungkapnya.  Tahun 2000 ia pindah ke Jember dan hidup menetap bersama orang tua dan kakak perempuannya. “Dulu aku kira kakek nenek itu adalah orang tuaku” jelasnya. Ia dititipkan sementara di Batu bersama kakek neneknya karna orangtua Afrizal bekerja di jember dan tidak bisa membawa dua anak sekaligus, mengingat saat itu umur kakak Afrizal yang juga masih kecil hanya selang 4 tahun setelah kelahirannya.
Afrizal remaja dikenal sebagai anak yang tidak bisa diam dan mudah bergaul, memasuki Sekolah Mengah Pertama (SMP) ia sudah disibukkan dengan kegiatan didalam maupun diluar sekolah. “Aku dulu waktu SMP sering banget pulang malem dan tidur disekolah.” ucapnya seraya tertawa dengan suara khas. Dari kegiatan paskib hingga jadi fotografer amatiran ia lakoni, bahkan jadi penjaga warnet pernah ia alami “Buat nambah-nambah, dulu uang jajanku cuma Rp 5000. Habis untuk makan sama transport, untuk itu aku cari penghasilan lain biar bisa nabung dan traktir teman-teman.” tawanya kembali merekah mengingat jaman-jaman SMP. Ia juga pandai melihat peluang, saat teman-teman SMPnya malas mengerjakan tugas Afrizal remaja akan bersedia menggarapkan tugas teman-tamannya dengan imbalan beberapa lembar uang seribuan. “Jadi temen-temenku sing males, tugasse tak kerjakno nah terus mereka tak suruh bayar.”
Baca selengkapnya »

Perjalanan "Bergerak!" Dalam Menggerakan Gerakan Mahasiswa

Identitas Buku
Judul                : BERGERAK! Peran Pers Mahasiswa dalam
Penumbangan Rezim Soeharto
Penulis             : Satrio Arismunandar
Penerbit           : Genta Press
Tempat Terbit : Yogyakarta
Tahun Terbit    : 2005
Cetakan ke      : 1
Tebal Buku      : xxii + 210 halaman
Editor              : Iwan Kurniawan Z
Sampul            : Nuruddien
Ukuran Buku  : 14,5 x 21 cm

Berjudul “BERGERAK! Peran Pers Mahasiswa dalam Penumbangan Rezim Soerharto” buku ini menuliskan seacara gamblang peranan gerakan mahasiswa, dikemas dalam sudut pandang pers mahasiswa (persma) yang hakekatnya berperan sebagai pemasok informasi, motivator, sosialisasi, integrasi, dan edukator. Disisi lain peran mediator, inspirator, provokator dan korektor juga turut menjadi peranan yang mampu mempengaruhi segala lapisan masyarakat terutama para pemuda Indonesia yang saat itu mulai menyadari adanya praktek-praktek politik, ekonomi, dan sosial yang janggal saat rezim order baru pimpinan Soeharto yang disebut-sebut sebagai pemimpin otoriter yang membatasi rakyat untuk beraspirasi menyampaikan pendapatnya hingga pembrendelan. Banyak media-media pers maupun umum yang terkesan datar dalam memberitakan gejolak politik di Indonesia, namun ada salah satu media persma yaitu BERGERAK! yang mau secara gamblang dan tanpa sungkan-sungkan mengkritik bagaiamana boboroknya pemerintahan Indonesia secara berani . Dalam buku ini, Satrio sang penulis memfokuskan pada media BERGERAK! yang berperan aktif dalam memberikan pengaruh dan mobiltas terhadap gerakan mahasiswa dalam menumbangkan pemerintahan Soeharto, selain itu penulis juga menjelaskan pada bab awal mengenai sejarah sistem pemerintahan Indonesia secara singkat dan bagaimana situasi rakyat dan gerakan-gerakan, maupun pers saat itu. Kemudian pandangan secara umum apa itu peran, status, gerakan sosial, gerakan mahasiswa, dan persma, dengan berfondasi pada beberapa toeri dan kisah-kisah pembrontakan di belahan bumi lain yang mirip dengan rezim di Indonesia. Kembali pada fokus penulis, pada bab-bab selanjutkan akan dijelaskan sejarah persma, profil BEGERAK!, dan bagaiaman peran BERGERAK! dalam penumbangan rezim soeharto hingga kelengserannya.
Baca selengkapnya »

Senin, 07 Maret 2016

Rumit Mengembun

     Sayu bulan memandang malam, hitam bertabur bintang mengingatkan nyenyak. Lelah menguap, angkasa memerahkan putih susu penglihatan. Hitam memekat pahit di cangkir, mendingin di seruput ujung bibir. Remahan di atas piring meminta diakui keberadaannya. Lalu udara dingin menari-nari berselah-selah dengan pikiran kalut. Tiba-tiba suara dalam bertanya "siapa aku". Pandangan merogoh jauh ke masa lalu, mencari-cari bukti keberadaan. Menyusuri jalan hidup melalui ingatan mundur dan temui jejak awal pijakan. Menduga dengan persepsi dan logika tak berjalan. 
     Mungkin "aku" tertinggal di masa itu, bersama asa yang lain. Mungkin "aku" di masa kini, telah bertransformasi menjadi sesuatu yang nyata. Mungkin "aku" di masa depan terbentuk dari imajinasi dan harapan. Rumit atau memang dirumitkan, tali lurus sengaja digulung sulit temukan ujung lainnya. Itu belum terjawab, tapi masalah sudah meminta pertanggung jawaban dan lelah ikut meminta perhatian. Semuanya memaksa untuk diselesaikan. Kepalaku pegal, ijinkan sedikit menunduk agar uap dalam pikiran mengembun di bawah mata. 
     Jangan bertanya embun tercipta, tak sanggup untuk menjelaskan. Beradalah disampingku temani aku setiap malam saat kopi masih panas hingga dinginnya tiba. Kau akan tau bagaimana embun itu tercipta. 
     

Kamis, 03 Maret 2016

Masih pagi

    Pagi ini sendiri lagi, susu kotak dan roti coklat tinggal bungkusnya. Sekret dan kampus masih sepi lalu lalang hanya beberapa. Pintu-pintu lainnya masih tertutup, penghuni sebelah dengan mata berbelek dan rambut berantakan keluar dari mimpi malamya. Alunan musik "Senandung Senja" menemani disini, harapannya embun segera menggiring ranum sore tiba menggantikannya. 
    Masih pagi, hingga mataku mulai tertuju pada sosok wanita yang tak asing. Turun dari motor membawa map berisi berkas menebak isinya kertas-kertas penentu masa depan. Sapanya dengan senyum terbalaskan dengan senyumku. Ia lalu duduk disampingku dan menanyakan pintu yang masih tertutup, katanya pemilik pintu itu punya surat keputusan. Sambil menunggu pintu terbuka kami berbicara. Terawali tanya, "Sudah sampai mana?" "Hari ini baru mulai mencari kepastian."jawabku 
    Ia kemudian mulai menyinggung soal pengambilan keputusan. "Aku dan lain bukan dewa, jangan langsung dimakan roti yang kami beri."ucapnya. Aku hanya diam dan tersenyum tipis. "Kami sedang bingung."pandanganku kebawah. Ia kembali tersenyum menutupi muka seriusnya. "Semuanya perlu pertimbangan. Lihat sisi baik dan buruknya, lalu ambil keputusan yang terbaik."ucapnya lagi. Aku kembali menunduk, rasanya apa yang telah kami lakukan agak keliru. Mungkin kami masih pagi terlalu cepat mengharap senja.