Rabu, 16 Maret 2016

Ketika bosan

Cakrawala telah bertukar. Hawanya mengharap bulan tak sendiri lagi, petang ini. Wahai bintang yang sedikit. Tetaplah tinggal! Jangan ikuti awan gelap. -17:43-
Halus melambai dari jauh mata. Sepoi menggiring harum debur ombak. Siluet hitam terbayang antara lidah jingga. Dirimu berdiri menatap hitam tenggelamkan fajar. "Apa yang kau tunggu sayang?" ucapku dalam hati. Lalu suara berbisik dari tempatmu "Kematiannya." ucapmu lirih. -18.00-
Bosan... Wahai cicak di dinding beri aku harapan dalam tunggu. Jatuhkanlah telurmu, hasil buahan semalam bersama si jantan. Biar bekas kaos kaki yang erami, aku akan bersabar menunggu sampai hidup baru muncul dari cangkang tipis itu. Harapku tyrannosaurus mungkin yang akan memecah cangkang dari dalam. Ternyata salah, yang muncul hanya anak ayam. Terlalu banyak lamun melamun dari hayal menghayal. Dasar mungkin terlalu tinggi, mimpi di atas pucuk gunung. -18.06-
Manusia tak jelas itu, hari lalu berucap "Saya menyerah tidak apa-apa kan?" "Silahkan sayangku." aku membatin. Tapi jangan muncul lagi! Bersama kumis tipis apalagi kata-kata tak tau aturan itu. Ini bukan perkara gampang. Pintunya sudah terbuka sedikit. Angin malam terlanjur masuk dan kau pergi tanpa menutup kembali. Tau tidak aku mudah sekali masuk angin. -18.16-
Sepantasnya rayu tak usah terucap. Kau pandai sekali jebak sepi. Sedih bahkan ikut terampas. Lambaian kata manja buat insomnia. Sadarkah kau? Bahkan pahit kopi ternetralkan manis sindiranmu. "Nikmati" ujar entah siapa. Lalu aku turuti begitu saja. Lama-lama seperti tak masuk akal dan kau entah kemana. Hingga clinomania datang, kuasai dan tarik ilusi kedalam mimpi. -18.32-
Tawa tak terjejak, namun tetesan air mata membekas di tanah tandus. Debu gurun tak bisa tutupi. Jalan berjalan tanpa tujuan jelas. Oase? bukan itu. Pikiran unta atas lidah keringnya mungkin iya. Lalu diri terpaku tatap butir lembut sipitkan mata. Bentuk, pusaran gaduh dalam otak. Mati? bukan itu. Ini pasir bukan tanah. Bangkai akan tersapu badai gurun. Lalu diri tusuk tertusuk dingin malam. Ular derik sapa dari balik kaktus. Sisiknya mengkilat pantulkan cahaya bulan. Kau ingin menggigitku dengan bisamu? tidak bisa. Karna cakrawala dengan panah bintang akan lindungi. Dingin? Iya. Selalu diri jatuh cinta pada siklus langit. Tenggelam dalam luas tak terkira. Aku tau langit kau selalu ingin memelukku, tapi apa daya tangan kecil ini tak mampu merangkul. -18.46-
Tengah hutan, cahaya tepat soroti atas kepala. Liur-liur hyena meneteskan nafsu. Keringat tak sederas dentuman jantung. Saat mataku dan mata mereka bertemu, terpaut pupil tajam. Lalu babi bertaring berseru "Hakuna Matata" dari balik semak. Maksud hati ingin berserah diri, tapi seketika ingin tetap hidup. Jahatku ingin habisi babi penakut itu. Beraninya dukung dari persembunyian! Tapi takut bantu lawan hyena. -lupa-  
Bosan! keruk kapuk bantal. Gulung bergulung di bawah selimut dengan bau liur dan busik kepala. Terlalu lama bernapak tilas dalam kenangan tanpa dokumentasi realita. Sampai perut kosong bergema, paksa mata terbuka lalu menanak nasi. -lupa-

Leave a Reply