Rabu, 13 April 2016

...

“Saat kita menemukan dunia ini terlalu buruk, kita butuh mengungsi ke dunia lain.” 
(Gustave Flaubert)
     Manusia-manusia insomnia belum usai menyeruput kopi arabica gold. Dini hari sudah menusuk tulang, namun tangan masih sibuk mengaduk kopi dengan takaran bubuk 20 gram tak boleh kurang, tak boleh lebih kata boss. “Mbak pesen arabica gold dua.” minta seorang pelanggan yang baru datang sekitar jam dua pagi. Tawa mereka, menyimpulkan apologi bahwa istri-istri tak kan marah jika suaminya ngopi sampai pagi. Arabica gold jadi primadona malam ini, berlenggak lenggok layaknya model berparas pahit, berjalan diantara lidah. Wajah kantuk para insomnia jadi bergairah. Agaknya lebih memikat daripada tubuh bohay sang istri, mungkin aroma kopi lebih nikmat.
    Asap rokok mengepul, bersalip dengan angin malam. Coba rasuki selah-selah otakku melalui lubang hidung. Pikirku yang sumpek sejak kemarin-kemarin berakumulasi, tidak bisa direduksi dan terjebak di “Wakrop Mbah Mo”. Beberapa bulan ini hidup saya sedang tidak bersahabat. Indah yang dulu, sekarang tlah hilang, kabur bersama waktu yang menguji. Resahku kambuhan, pribadiku semakin tak jelas. Mi instan yang tiap hari mengkritingi lambung, aku pun tak peduli. Biar sakit lalu mati. Mati pun aku tak peduli, biar hidup seribu tahun pun. Akhirnya neraka jadi persinggahan, lamanya hanya DIA yang tahu. Lagi-lagi eksistensi yang mendahului esensi, akan di putus oleh realita. 
    Malam itu, setelah menangis sejadi-jadinya di depan salah seorang teman, aku ingin tidur. Namun apadaya, ini keharusan untuk tetap terjaga. Melamun lalu tenggelam dalam prasangka akibat tindihan masalah. Malam ini, juga malam-malam sebelumnya selalu sama. Absurd terkonstruksi mengisi setiap ruang dalam otak, tak karuan. Arsitektur kehilangan seninya. Pesimistis untuk bangun. Aku lelah menabik problematika urip. Urip tak kasihan pada saya. Urip jahat. Nggak tak bolo awakmu, rip-urip. Babano. 
     Saat sedang kesal dengan urip. Dia “laki-laki aneh” itu selalu hadir, melontarkan rayuan dan tanpa sengaja rikuh dan senyum mengaburkan permusuhanku dengan urip. Namun terkadang “laki-laki aneh” itu membuat ragu dan sakit. Katanya ia punya tembok yang menyakitkan, ucapnya di angkringan berdua ditemani spongebob dan angry bird pink. Aku mencoba menghela nafas dalam sedalamnya. Ini tidak akan mudah. 
   Malam tadi, ia mengirim pesan singkat. “Ya jelas saya akan jahat.” jleb rasanya. Batinku, urip sudah jahat, masa sampeyan mau jahat juga. “Keinginan untuk mengungsi ke dunia lain semakin kuat.” balasku. 
    Dunia yang tidak jahat, kebebasan yang tidak dikekang. Aku ingin mengungsi ke duniamu. Jangan jahat, tolong jangan jahat “laki-laki aneh.” Tidak ada pilihan, duniaku sudah tak terkendali. Aku pusing. Motivasiku hilang. Du nangis, Tuhan sini peluk dedek putu atau tembak mati saja. Kirim ke dunia pilihanMU. 

Leave a Reply