Saya Tidak Bisa Berenang
Berawal dengan permulaan yang asal-asalan dan pengakhiran tak pasti, terkecuali kematian. Menghirup kepulan uap air mendidih, dua telur saling berbenturan memecah gelembung rapuh. Ia berdiri sedikit menjauh. Api kompor sudah terlalu mengganggu pandangannya. Tangan pasi mendingin bercorak urat kehidupan menyeka air kesedihan yang begitu saja jatuh dari mata kirinya. Seorang khayal berbisik dari samping, "Kau harus tetap hidup".
Hari ini tidak ada bulan, mendung
yang sejak sore menitikan butiran air dari langit sang pencipta menghalanginya. Tanah masih
basah, petrikor menyejukkan udara. Wajahku masih menatap hitam hanya beberapa
titik yang bersinar satu, dua, empat, dan lima jariku menghitung. Pikirku
mengarungi dunia hayal, angin berhembus menggoda ajak lalui kelabilan waktu.
Beberapa kata muncul disusul kalimat berdebur memanahkan seribu anak panah
membawa juntaian benang warna-warni namun hitam jadi mayornya. Saling
bersalipan, bergulung tak aturan dan mengikat satu sama lain terkumpul di ruang
batok, membekukan otak dan retak. Suara kehilangan katanya, umpatan merundung
nurani. Eufemisme menumpul rajutan halus enggan untuk menafsirkan absurditas
pola pikir yang tak lagi berpola. Sungguh ini paragraf acak, berlompat-lompat.
Baca selengkapnya »