Hidup Itu Bekerja Jika Tidak, Bukan Hidup Namanya
“Setetes keringat pasti membawa manfaat,minimal apa yang kita kerjakan berguna untuk diri sendiri.” ucapnya
Hari itu adalah
pertemuan kedua kami, seperti biasa ripped
jeans dan kaos berangkap kemeja serta tas selempang mengemas apik tubuh
tingginya. Santai dan agak sedikit berantakan mungkin ungkapan yang tepat.
Manusia ramah itu selalu mengumbar senyumannya, tak terkecuali padaku orang
yang baru ia kenal tiga hari lalu. Affrizal Genter sebut saja itu nama kerennya
karna yang terterah di akte adalah Afrizal Andifahmi. Sempat aku tanyakan via
maya, apa arti genter? “Genter itu nama
panggilan mulai SMP gara-gara basket, awalnya pelatihku yang manggil gitu
akhirnya semua ikut-ikutan.” jelasnya. Jika dalam bahasa Jawa, Genter artinya
kayu panjang yang digunakan untuk mengambil buah di atas pohon alias senggek. Mungkin karna badannya yang
tinggi tegap julukan seperti itu muncul. Nama aslinya yaitu Afrizal diambil
dari nama seorang pahlawan Filipina Joze Rizal yang pemberani dan multitalenta
sedangkan Andi adalah nama almarhum ayahnya dan Fahmi merupakan nama teman
ibunya yang sangat jenius. Jika nama adalah sebuah doa, tak salah jika orangtua
Afrizal berharap dia menjadi seorang laki-laki yang pemberani dan multitalenta
seperti Jose Rizal serta cerdas.
Afrizal lahir di De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil
di Pulau Jawa sebutan untuk kota Batu, Malang tepatnya pada tanggal 21
September 1994. Selama enam tahun ia
tinggal bertiga bersama kakek dan neneknya di kota itu. Tanpa menempuh
pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), ia memasuki sekolah dasar madrasah. “Waktu
SD di Batu, aku hampir nggak naik kelas untungnya aku pindah ke Jember dan bisa
naik kelas.” ungkapnya. Tahun 2000 ia
pindah ke Jember dan hidup menetap bersama orang tua dan kakak perempuannya.
“Dulu aku kira kakek nenek itu adalah orang tuaku” jelasnya. Ia dititipkan
sementara di Batu bersama kakek neneknya karna orangtua Afrizal bekerja di
jember dan tidak bisa membawa dua anak sekaligus, mengingat saat itu umur kakak
Afrizal yang juga masih kecil hanya selang 4 tahun setelah kelahirannya.
Afrizal remaja dikenal
sebagai anak yang tidak bisa diam dan mudah bergaul, memasuki Sekolah Mengah
Pertama (SMP) ia sudah disibukkan dengan kegiatan didalam maupun diluar
sekolah. “Aku dulu waktu SMP sering banget pulang malem dan tidur disekolah.”
ucapnya seraya tertawa dengan suara khas. Dari kegiatan paskib hingga jadi
fotografer amatiran ia lakoni, bahkan jadi penjaga warnet pernah ia alami “Buat
nambah-nambah, dulu uang jajanku cuma Rp 5000. Habis untuk makan sama
transport, untuk itu aku cari penghasilan lain biar bisa nabung dan traktir
teman-teman.” tawanya kembali merekah mengingat jaman-jaman SMP. Ia juga pandai
melihat peluang, saat teman-teman SMPnya malas mengerjakan tugas Afrizal remaja
akan bersedia menggarapkan tugas teman-tamannya dengan imbalan beberapa lembar
uang seribuan. “Jadi temen-temenku sing males, tugasse tak kerjakno nah terus
mereka tak suruh bayar.”
Jiwa pekerja dan lihai
melihat peluang berlanjut hingga sekarang, tergambar dari beberapa usaha
kecil-kecilan yang pernah ia coba dari kaos lukis, usaha penyewaan alat camping
yang hanya bermodal satu buah sleepingbad,
usaha tambak hingga ternak cacing. Tak heran, saat kuliah jabatan sebagai ketua
umum Kelompok Studi Kewirausahaan Mahasiswa (KSKM) pernah ia sandang. Tiga
setengan tahun yang lalu Afrizal terdaftar sebagai mahasiswa jurusan manajemen,
fakultas ekonomi, universitas jember. Awal menjadi mahasiswa baru, Afrizal mengaku
rajin kuliah, namun karna sifatnya yang dedel
(sulit diatur) itu tak bertahan lama. “Aku
dulu pas awal kuliah, aku rajin banget. Tapi karna kerajinan terus, akhirnya
aku nggak mau rajin lagi jadi sampe sekarang sering bolos.” Meskipun seperti
itu, Afrizal sangat tahu tanggung jawab dan konsekuensinya. “Meskipun begitu,
aku selalu menepati target-target yang harus dijalankan, jika target ini harus
diselesaikan sekarang maka akan aku selesaikan sekarang juga.” jelasnya. Memes
dan almarhuma Ebes (sebutan ibu dan ayah dalam bahasa jawa malang) Afrizal
selalu bilang, apa yang dikerjakan Afrizal sekarang ataupun nanti merupakan
tanggung jawab Afrizal apabila gagal/sukses maka itu yang harus di terima.
“Memes sama ebes sejak kecil udah bebasin aku untuk memilih apa yang aku mau
kerjaan yang terpenting harus berani bertanggung jawab.” ucap Afrizal.
Semua kegiatan yang ia
lakukan harus punya alasan kuat dan saat itulah ia akan berkomitmen sampai
akhir. Kesibukkan yang ia jalani sebagai mahasiswa, organisatoris bahkan
wirausahawan tak membuatnya lupa akan pentingnya berbagi pada sesama dan peduli
pada lingkungan. Salah satunya, ia bersama empat kawannya mendirikan sebuah
komunitas peduli lingkungan terhadap
budidaya mangrove yaitu Panama (Paguyuban Penanaman Mangrove). Belum genap
satahun komunitas ini berdiri namun pencapaiannya dapat di acungi jempol, 1000
bibit mangrove jadi target untuk wilayah Jember namun sekitar 30% sudah
terlaksana. “Ini seperti panggilan jiwa bagi saya dan kawan-kawan lainnya,
bahwa komunitas ini dapat melakukan perbaikan pada negeri melalui magrove.”
jelasnya.
Teringat betul ucapan
Afrizal diakhir perbicangan sore itu, “Apapun yang kita kerjakan selalu ingat
bahwa setetes keringat pasti membawa manfaat, minimal apa yang kita kerjakan
berguna untuk diri sendiri.” ucapnya dibarengi dengan senyum dan tawa kecil.
NB: Profil ini sudah lama saya tulis sekitar
akhir tahun 2015. Saya hanya ingin membagi kisahnya. Lama tak berjumpa
dengannya, sepertinya ia sedang sibuk dengan komunitas Panama yang sekarang sudah
lebih maju dari sebelumnya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus